Mari Belajar dari Kegagalan 11 Bisnis Ini

Kita semua pasti senang membaca kisah sukses entrepreneur. Tetapi dunia entrepreneur tidaklah semanis gula. Ada pula asam dan garam. Kesuksesan menyiratkan inspirasi, sedangkan kegagalan meninggalkan pelajaran. Berikut adalah 11 pelajaran yang dapat dipetik dari kisah gagal beberapa startup global, seperti dikutip dari laman studentpreneur.co :

“Kami membuat kesalahan karena berfokus pada teknik dan mengabaikan customer development”

“Sebagian besar kesalahan kami adalah mengembangkan fitur yang kemudian berujung pada satu hal: kita harus lebih berfokus pada customer development dengan cara menggenjot kontak kami dengan pengguna dan pelanggan, dan segera menemukan minimum viable product (MVP).” – Ben Brinckerhoff, Devver

“Kami kalah dari pendatang baru”

“Bahkan sebelum launching, kami mendengar tentang orang-orang yang bekerja pada ide yang sama. Tetapi tak satu pun dari mereka yang bisa bertahan lama. Kami menganggap diri kami sebagai pemimpin di industri ini hingga pada September 2007, ketika Mint diluncurkan, dan menang konferensi TechCrunch 40, saat itulah kami dianggap sebagai nomor dua. Dua tahun kemudian, Mint diakuisisi oleh Intuit untuk $ 170 juta. Setahun kemudian, Wesabe ditutup.” – Marc Hedlund, Wesabe.

Mari Belajar dari Kegagalan 11 Bisnis Ini perusahaan bangkrut kisah kegagalan bisnis kisah gagal gagal bisnis 

“Kami memiliki masalah dengan money, traction, team, & vision”

“Sebagian besar keputusan untuk menutup BricaBox berkisar pada masalah uang, traksi, tim, dan visi: empat elemen penting dari kesuksesan sebuah startup. Startup layak untuk hidup jika memiliki setidaknya tiga dari empat elemen tersebut, dan BricaBox hanya menyisakan satu saja.” – Nate Westheimer, BricaBox 

“Mereka membagikan layanan secara gratis, dan kehabisan uang untuk membayar tagihan.”

“Selama empat tahun, kami telah menawarkan layanan sinkronisasi tanpa biaya. Didasarkan pada hipotesis bahwa model bisnis akan muncul untuk mendukung layanan gratis. Dengan tesis investasi yang gagal, tidak ada cara untuk membayar pengeluaran, terutama gaji dan biaya hosting. Tanpa sumber daya untuk menjaga layanan tetap jalan, maka kami harus menutupnya.” – Todd Agulnick, Xmarks.

“Kami tidak pivot cukup cepat, kami tidak cukup mencintainya, kami memiliki terlalu banyak pendiri, dan banyak lagi kesalahan lainnya.”

“Kami memulai perusahaan karena kami menyukai ide ini, dan ingin berwirausaha. Tetapi
rupanya kami tidak jatuh cinta dengan ide ini atau pasar kami. Kami bekerja sangat keras mengabaikan fakta ini, tetapi rupanya sangat sulit untuk mempertahankan tingkat energi tetap tinggi.” – Ariel Diaz, Youcastr.

“Ide kami tidaklah buruk. Kami hanya terlambat dan terfokus pada hal-hal yang salah.”

“Sebuah kalender AJAX bukanlah ide yang buruk (Google Calendar, 30boxes, calendar hub, dan banyak lagi yang lainnya membuktikannya). Kami tidak terlalu buruk ketika mengawalinya. Saya pikir perkembangan kami saja yang terlalu lambat dan berfokus pada hal yang salah. “ – Mahesh M Piddshetti, Kiko.

“Tidak ada yang bekerja penuh waktu, kami tidak memiliki keterampilan pemasaran, kami mengacaukan peluang kami untuk mendapatkan membeli, dan model bisnis kami payah.”

“Garis tipis antara hidup dan mati dari startup adalah jumlah pengguna. Untuk periode awal, jumlahnya dapat bertumbuh secara sistematis hingga mencapai batas maksimal yang bisa kita capai. Saat inilah penting sekali untuk melakukan beberapa marketing. Sayangnya tidak satupun dari kami yang terampil di area ini. “ – Pawel Brodzinski, Overto.


“Para pendirinya bersitegang, dan motivasi mereka hancur.”

“Nathan dan saya punya masalah besar dalam hal komunikasi, dan kami tidak memiliki motivasi dalam bidang pemberitaan dan jurnalisme. Motivasi kami untuk membuat perusahaan yang sukses hancur karena hal ini.” – Paul Biggar, NewsTilt.


“Sebagaimana produk menjadi lebih kompleks, performa semakin menurun”

“Sebagaimana produk kami menjadi semakin kompleks, performanya semakin menurun. Kami menghabiskan ratusan jam untuk mencoba meningkatkan kecepatan aplikasi tanpa sedikitpun keberhasilan. Hal ini mengajarkan saya bahwa seharusnya kita memiliki alat benchmarking yang dimasukkan ke dalam siklus pengembangan sejak awal.” – David Cummings, eCrowds.


“Saya tidak berhenti dari profesi saya yang sebelumnya sesegera mungkin.”

“Filosofi saya adalah mengembangkan startup sejauh mungkin tanpa pengorbanan yang besar. Untuk itu, saya pikir saya harus mempertahankan pekerjaan sehari-hari saya. Rupanya salah. Anda harus didedikasikan diri Anda untuk proyek Anda. Bertemu orang-orang, membicarakannya, dan mengurus pengembangannya. Akhirnya, saya justru melakukan kedua hal dengan salah: pekerjaan saya, dan startup saya.” – Laurent Krentz, SubMat.


“Kami lupa untuk menjual.”

“Hal yang terpenting adalah menjual. Fakta ini seringkali dilupakan oleh banyak startup. Begitu juga dengan kami.” – Stephan Schmidt.


Jadi Sobat Studentpreneur, pastikan bisnis Anda tidak melakukan kesalahan sebagaimana yang menggagalkan kesebelas startup ini. Bagaimana menurut Anda?


0 Response to "Mari Belajar dari Kegagalan 11 Bisnis Ini"

Post a Comment