“Satu-satunya cara untuk mengetahui bagaimana pelanggan memandang bisnis Anda adalah memandangnya melalui kacamata mereka.”(David R. Scoggin, CEO TGI Friday’s Inc) Susi yang baru saja menikah, makan siang dengan seorang kawannya. Susi bercerita mengapa akhirnya ia memilih Eddy, bukan Tommy sebagai suaminya.
“Tommy adalah pria sempurna. Dia ganteng, berpendidikan tinggi, cerdas, karier bagus, keluarga berada. Memang, kalau berada di dekat Tommy, aku selalu merasa seperti berada di dekat manusia yang paling luar biasa di dunia,” ujar Susi.
“Lalu, mengapa kau memilih Eddy?,” tanya sang kawan. Susi menjawab, “Karena kalau dekat dengan Eddy, aku merasa akulah manusia yang paling luar biasa di dunia.” Dalam kasus ini, Susi membutuhkan persepsi positif tentang dirinya.
Lalu ada ilustrasi lain. Seorang pemuda menelepon seseorang, di dalam sebuah toko kecil. Mau tidak mau si pemilik toko turut mendengar percakapan mereka. “Halo? Apakah ini tempat tinggal keluarga Pak Polan? Ooh, dengan Pak Polan sendiri? Saya Badu. Saya ingin melamar jadi tukang kebun Anda. Ya Pak? Ooh, jadi Bapak sudah punya tukang kebun? Kerjanya bagus Pak? Bapak puas dengan hasil kerjanya? Tidak ada yang mengecewakan? Ya ya, saya paham Pak. Ya Pak, paham Bapak mempertahankan dia. Terima kasih, mohon maaf telah mengganggu.”
Begitu Badu menutup teleponnya, pemilik toko berkomentar, “Du, sorry kalau aku nguping. Itu memang bukan urusanku. Tapi tukang kebun di rumah Pak Polan itu kau sendiri kan?” Badu tersenyum dan menjawab, “Ya Pak, benar. Saya hanya ingin tahu bagaimana hasil pekerjaan saya di mata Pak Polan. Saya hanya ingin tahu persepsi beliau tentang saya.”
Michael LeBouf, dalam bukunya To Win and to Maintain the Customer menyebut usaha-usaha sejenis yang dilakukan oleh Badu sebagai a set of platinum questions, pertanyaan-pertanyaan bernilai tinggi dalam rangka memahami persepsi pelanggan.
Pemahaman Individu
Secara mendasar, persepsi adalah pemahaman masing-masing individu terhadap apa-apa yang dialami. Persepsi adalah penafsiran terhadap apa-apa yang kita lihat, apa-apa yang kita dengar dan (bahkan) rasakan.
Penafsiran adalah produk dari pancaindra dan sistem syaraf kita.Persepsi antara satu individu satu dengan lainnya sangat mungkin berbeda satu sama lain. Mengapa? Karena kombinasi tiga faktor utama, yaitu pengalaman masa lalu + kondisi fisik + kondisi psikologis, yang secara alamiah, satu orang dengan lainnya berbeda-beda.
Dengan demikian, bila berbicara tentang persepsi pelanggan, kita berbicara tentang penafsiran pelanggan terhadap kualitas produk atau jasa yang dijual atau disajikan oleh para penjualnya.
Kualitas dalam hal ini adalah kualitas secara total, yang meliputi: kualitas produk atau jasa itu sendiri (quality), harga (cost), pengiriman (delivery), keamanan/keselamatan (safety) dan proses produksi (morale); atau dikenal sebagai QCDSM.
Menjawab pertanyaan, apa yang menyebabkan pelanggan mempunyai persepsi baik atau buruk terhadap suatu produk atau jasa? LeBouf menggarisbawahi konsep penting ini: Baik-buruknya persepsi pelanggan terhadap kualitas produk atau jasa ditentukan oleh perbedaan apa yang mereka harapkan dengan yang didapatkan.
Suatu penelitian oleh Cambridge Strategic Planning Institute, Massachussets menyatakan: perusahaan yang memiliki nilai customer perception index (CPI) rendah, rata-rata hanya mendapatkan 1% pelanggan yang kembali untuk membeli plus mengalami penurunan pangsa pasar 2% setahun.
Sementara perusahaan yang memiliki CPI tinggi, rata-rata berhasil meraih 12% pelanggan yang kembali membeli plus kenaikan pangsa pasar 6% setahun. Dalam rangka membantu memenuhi harapan para pelanggan, memperpendek kesenjangan antara harapan pelanggan dan apa-apa yang pelanggan dapatkan, LeBouf memberi nasihat.
“Para produsen, para penjual, para pedagang, harap pola pikir Anda selalu berorientasi kepada harapan para pelanggan yang secara prinsip berjalan seperti ini: Jangan jual baju kepada saya, juallah kepada saya penampilan dan daya tarik.
Jangan jual kepada saya asuransi, juallah kepada saya ketenangan pikiran saya untuk masa depan keluarga dan diri saya. Jangan jual rumah kepada saya, juallah kepada saya kenyamanan tempat tinggal dan investasi yang baik.”
Demikianlah para pembaca, jangan sekadar menjual barang kepada para pelanggan. Karena kita tahu, di sisi seberang, berlaku pulaprinsip hidup, bahwa uang bukan segala-galanya
0 Response to "1 Jurus Tolol dalam Merebut Hati Pelanggan"
Post a Comment