Suatu siang di bulan Mei, femina mengundang 25 finalis lomba Wanita Wirausaha Mandiri & Femina untuk melakukan presentasi business plan di hadapan dewan juri. Mengenakan baju hitam lengan panjang, body pants biru, sneakers, dan topi hitam bling-bling, Prita Widyaputri (29) tampak percaya diri memaparkan bisnis saat ini dan rencananya untuk mengembangkan usahanya.
Padahal, ia sedang sakit. “Nak, saya bangga, kamu masih muda dan sangat berbakat,” puji Anne Avantie, desainer sekaligus salah satu juri lomba. Lewat clothing line dan aksesori berlabel Nefertiti, Prita merebut gelar Pemenang III Lomba Wanita Wirausaha Mandiri & Femina 2012.
Kalahkan Rasa Takut
Mimpi adalah kunci untuk menaklukkan dunia. Kita sudah sering mendengar kalimat dari Andrea Hirata ini, baik dalam novel Laskar Pelangi maupun soundtrack filmnya. Nyatanya, kalimat sakti inilah yang dipercaya Prita untuk memulai bisnisnya. Ia tak berhenti bermimpi, hingga berhasil menaklukan ‘dunia’ yang diimpikannya sejak kecil: bisnis fashion.
Prita kecil jatuh cinta pada segala hal yang berbau seni. Pada masa sekolah, ia tak pernah absen mengikuti ekstrakurikuler yang berhubungan dengan desain. “Saya tidak pernah kepikiran ikut Paskibra atau kelompok pecinta alam. Tapi kalau soal desain, jangan ditanya! Saat lulus SMA, saya diterima di Universitas Indonesia untuk jurusan, psikologi dan seni rupa di Institut Teknologi Bandung(ITB).
Uniknya, meski passion-nya di bidang seni begitu meluap, Prita justru memilih jurusan psikologi. Alasannya? “Karena psikologi itu seperti seni mempelajari kebiasaan manusia. Menguasai ilmu ini saya pikir akan membawa banyak manfaat nantinya,” jelasnya.
Intuisi Prita tak salah. Walau mengaku melalui proses kuliah dengan susah payah, Prita mendapat banyak teori psikologi yang bisa diaplikasikan di bidang fashion. Bagaimana memahami consumer behaviour, cara menetapkan branding, menentukan harga, dan lain sebagainya.
Bergelut dengan diktat kuliah tiap hari, ternyata tak membuat Prita melupakan minatnya di dunia fashion. Prita mengajak sahabatnya untuk mengerjakan proyek kampus yang berhubungan dengan fashion, seperti membuat jaket angkatan, jaket organisasi, dan lainnya. Dari situ ia bertekad akan terjun ke bisnis fashion, suatu hari nanti.
Selepas kuliah ia sempat bekerja di perusahaan perbankan. Sejenak, mimpi untuk berkutat di dunia fashion itu teredam. Ia larut dalam rutinitas jam kantor yang menguras waktunya.
Suatu kali, ia bertemu dengan sahabatnya semasa kuliah yang menjadi partnernya dalam berbagai proyek fashion dulu. Seperti kata buku Celestine Prophecy bahwa tidak ada kebetulan di dunia ini karena segala sesuatu hadir untuk sebuah alasan, reuni kecil itu membuat hatinya bergejolak. Sebuah mimpi lama kembali terbangun.
“Saya terus membayangkan ingin punya label sendiri, harus ini, harus itu dan akhirnya tak bisa tidur berhari-hari. Saya mulai membaca banyak buku fashion, observasi di lapangan dan belajar banyak dari melihat dan membaca, sampai akhirnya saya merasa, ya, saya siap!” jelas Prita, yang banyak mendapat pelajaran dari buku karya Toby Meadows, How to Create and Run a Fashion Label, tayangan All on The Line yang digawangi Joe Zee, fashion editor majalah Elle. serta kursus menjahit, kursus fashion figure drawing, dan kursus membuat pola di Lasalle College, Jakarta.
Meski tekadnya sudah bulat, bukan berarti ia tidak punya rasa takut. Saat mengajukan surat pengunduran diri dari perusahaan, ia malah ditawari dua pilihan promosi yang menggiurkan.
"Saat itu baru timbul rasa takut. Iya juga ya, siapa yang jamin bisnis ini berhasil atau tidak. Sementara, di depan mata ada dua pilihan promosi menarik. Tapi rasa takut itu akhirnya hanya bisa dikalahkan dengan keinginan yang kuat,"
Referensi : Kompas.com
0 Response to "Kalahkan Rasa Takut untuk Menaklukkan Dunia"
Post a Comment