Si Tukang Kalung
Tahun 2009, Prita meniti langkah barunya, menjadi seorang wirausaha. Meski kondisi ekonomi orang tuanya sangat baik, ia bertekad membangun sendiri bisnisnya dari pundi-pundi yang dikumpulkan selama bekerja. “Saya mulai dari hal yang kecil seperti membuat kalung. Selain biayanya tidak sebanyak membuat pakaian, juga sambil memberi waktu bagi diri sendiri untuk
belajar banyak mengenai bisnis fashion. Dan, saya pilih online marketing agar pembeli bisa belanja 24 jam sehari,"
Namun, menjalankan bisnis tidaklah semudah yang Prita bayangkan. Ia mengalami tantangan dari berbagai pihak, baik dari rekan bisnis, karyawan, maupun keluarga besarnya. Di tengah jalan, sahabat yang juga rekan bisnisnya juga mengundurkan diri. Prita pun berjalan sendirian.
Setumpuk ide desain di kepalanya itu, ia bawa ke beberapa vendor penjahit. Setelah 6 bulan berganti vendor, ia menemukan vendor sesuai dengan seleranya. Kini klaung dan pakaiannya diproduksi di Jakarta dan Bandung. Ia pun membubuhkan label Nefertiti pada produknya. Prita terinspirasi oleh kecantikan, selera busana, dan kecerdasan Ratu Nefertiti, ratu Mesir kuno.
“Ternyata, jadi wirausaha tidak kalah capek dengan bekerja di kantor. Tukang pijit yang awalnya langganan Papa, jadi langganan saya juga. Dia selalu bilang, ‘Mbak, betisnya kenceng amat kayak pemain bola,’” ujarnya, tertawa. Saat akhirnya mampu merekrut karyawan, tantangan pun tak berhenti. Ia ditipu karyawan kepercayaannya dan merugi jutaan rupiah. Dengan terpaksa Prita harus memecatnya.
Selain itu, salah satu hal yang menjadi permasalahannya adalah menjaga kualitas produk yang tidak dipengaruhi situasi mood tim kreatifnya. Maklum, saat mood mereka buruk, bisa-bisa kualitas barang pesanan Prita jadi tak sebagus biasanya. “Saya sudah hafal, deh. Biasanya hal itu terjadi kalau ada yang sedang putus cinta atau apalah, makanya kepada mereka, saya menempatkan diri sebagai teman curhat, bukan bos," Ungkap Prita yang memiliki 22 karyawan (2 orang karyawan tetap, 20 orang freelance).
Tantangan juga datang dari keluarga besarnya. Ada yang mengatakan, “Susah-susah kuliah, malah jadi tukang kalung.”
“Biarkan saja mereka nyinyir. Saya pikir, perusahaan sebesar Mustika Ratu awalnya juga dari berjualan jamu. Seorang pebisnis memang harus melihat hal yang tak bisa terlihat oleh orang lain. Saya pun tak keberatan lagi disebut tukang kalung. Justru bangga, saya bisa membuka lapangan kerja untuk orang lain,” jelasnya, bijak.
Pada tahun 2011, bisnisnya sudah berkembang dari produksi aksesori ke produksi pakaian. Enam bulan setelahnya, ia berhasil meluncurkan webstore pribadi sesuai impiannya (www.shopnefertiti.com). Ia juga bekerja sama dengan beberapa webstore lainnya. Akun Facebook Nefertiti sudah memiliki lebih dari 10.000 penggemar dan akun Twitter @shopNEFERTITI diikuti lebih dari 2.000 orang.
Kini, dengan produk aksesori dan pakaian, Nefertiti sudah berhasil menembus jaringan department store, yaitu Debenhams Senayan City dan Debenhams Kemang. Produknya pun diminati oleh pembeli dari berbagai negara, seperti Finlandia, Norwegia, Kepulauan Solomon, Republik Malta, Israel, Italia, Australia, Amerika, dan Inggris. Ia telah meraup omzet puluhan juta rupiah per bulannya
Kerja kerasnya sudah berbuah manis. Tapi, Prita masih memiliki banyak mimpi. “Saya ingin sekali terlibat dalam komunitas fashion Indonesia, seperti Jakarta Fashion Week, Indonesia Fashion Week, dan Brightspot. Saya juga ingin mulai merambah peluang retail di luar negeri untuk membuktikan label ready to wear karya orang Indonesia bisa diterima di mancanegara,” ujarnya, bersemangat.
0 Response to "Ternyata, Jadi Wirausaha Tidak Kalah Capek dengan Bekerja di Kantor"
Post a Comment