Jika berbicara tentang berapa rupiah modal saat pertama kali ke Batam, Dayat mengaku hanya berbekal Rp 70 ribu. "Itu pun uang pemberian kakek saya. Hanya itu modal saya ke Batam," kata pria kelahiran Sumedang 50 tahun silam ini.
Ketika pertama kali ke Batam, Dayat, yang ketika itu masih tercatat sebagai pegawai negeri sipil (PNS), harus berjuang keras. Semangat dan darah mudanya tidak menghalangi tekadnya untuk tetap bertahan.
Memang, kata Dayat, saat itu, dia mendapat gaji PNS. Akan tetapi, naluri Dayat berkata lain. Dayat punya keinginan kuat untuk lebih maju. "Saya akhirnya terjun pada dunia bisnis," katanya.
Pertama kali berbisnis, Dayat menggeluti dan menggarap limbah bisnis industri logam. "Saat itu, belum ada yang menggarapnya. Jadi, saya pikir ini peluang," ujar dia.
Pada 1992, Dayat memutuskan mundur sebagai PNS. Sejak itu, Dayat serius di bisnis limbah industri logamnya. Perlahan tapi pasti, Dayat memupuk kesuksesan. Kontrak demi kontrak dia raih.
Memasuki dekade 2000-an, berbekal pengalamannya menggarap limbah industri logam, Dayat beralih pada perkayuan. Ternyata, Dayat harus melakukannya lagi sejak awal. "Saya memproduksi berbagai jenis perlengkapan kayu, seperti pintu," sambung Dayat.
Untuk memasarkan produk-produknya, Dayat berkelana ke berbagai daerah, termasuk Singapura. Mengapa Singapura? Dayat menilai, pasar Singapura sangat menjanjikan. Jaraknya dengan Batam pun relatif dekat.
"Hasil bisnis dan tabungan selama menjadi PNS saya jadikan modal. Saya harus door to door menawarkan produk ke berbagai perusahaan di Singapura," katanya.
Usahanya yang tidak pantang menyerah berbuah hasil. Sebuah perusahaan Singapura tertarik pada produknya.
"Mereka memesan produk saya. Itu menjadi order pertama. Mereka memesan 4 ribu lembar pintu senilai Rp 450 juta," ungkapnya.
Sejak itu, Dayat menerima banyak pemesanan. Pada pertengahan dekade 2000-an, Dayat bertemu Daniel Ong. Pengusaha kaya raya Singapura itu memberinya kepercayaan untuk mengelola perusahaannya.
"Saya tidak meminta gaji besar. Yang saya minta kepada Ong saat itu adalah keleluasaan untuk mengembangkan usaha. Dia menyetujuinya," ujar Dayat.
Ternyata, putusan Dayat tepat. Bisnis yang dikelola Dayat kian berkembang. Dayat pun makin kerap menerima order. "Mayoritas, saya mengirim produk ke Singapura," kata Dayat.
Otomatis, omzet Dayat pun naik berlipat. Nilainya mencapai jutaan dolar Singapura per bulan. Daniel Ong, yang semula menjadi pemodal, beralih peran menjadi rekan bisnis.
"Saya mengambil hikmah perjalanan hidup ini. Saran saya, jangan pernah mengkhianati kepercayaan. Alhamdulillah, hasilnya saya rasakan saat ini," kata Dayat.
Referensi : http://www.tribunnews.com/2013/01/26/bermodal-rp-70-ribu-omzet-dayat-kini-jutaan-dolar
0 Response to "Bermodal Rp 70 Ribu, Omzet Dayat Kini Jutaan Dolar"
Post a Comment