Berasal dari
keluarga sederhana, dimana orang tuannya berprofesi sebagai pedagang kelontong
di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, terjun ke dunia marketing bukan
cita-cita Indra Widjaja Antono. Maklum, sejak kecil, Marketing Director Agung
Podomoro Group ini ingin sekali menjadi pilot. Sayang, impiannya untuk menjadi
penerbang gagal. Tes yang diikutinya untuk masuk sekolah penerbangan di Curug,
Tangerang tak dapat dijawab dengan sempurna.
“Terus terang, dulu saya pernah daftar untuk menjadi pilot di Curug. Hanya saja, mungkin karena saya terlahir sebagai ‘orang bermata sipit’, saya ditolak. Ya, saya baru datang ke sana saja sudah ada yang mengigatkan saya agar tidak usah ikut mendaftar. Bahkan waktu itu mereka menyarankan saya agar ke Australia jika tetap ingin menjadi penerbang. Namun karena saya juga dilahirkan dalam keluarga yang sangat sederhana, jujur saja saya tidak mampu untuk sekolah ke Australia,” kisahnya ke bisnis properti.
Gagal menjadi pilot, Indra tak mau berlama-lama meratapi nasib. Sebagai anak laki-laki, dorongan tanggungjawabnya untuk segera membantu kedua orangtuanya membuka toko kelontong langsung terusik. Namun siapa sangka, justru dari sinilah minat Indra terhadap dunia marketing perlahan mulai tumbuh.
Ide untuk menerjuni karier di bidang yang sekarang ia geluti, diperoleh Indra secara kebetulan. Dirinya semakin mantap menggeluti dunia marketing setelah kagum dengan seorang ibu yang punya kios tepat di seberang toko kelontong orangtuanya. Si ibu punya pekerjaan sampingan: jasa penyewaan kios milik orang lain.
"Saya kagum dengan kemampuannya dalam meyakinkan orang untuk menyewa kios. Itu kan profesinya broker properti. Nah, saya melihat wanita ini begitu pintar, mengerti tanah, bangunan, mengerti kawasan dan lainnya. Saya berfikir, kok dia bisa bercerita begitu hebat, padahal hanya ibu rumah tangga. Dan, hal ini menarik buat saya.," kenang Indra.
Singkat cerita, Indra pun belajar tentang seluk-beluk pemasaran properti dengan mengikuti pelatihan di Era Indonesia. Tahun 1989, ia memulai pekerjaan di bidang marketing sebagai broker rumah seken. Dia menawarkan rumah seken dari pintu ke pintu atawa door to door di daerah Kebayoran Lama.
"Saya tanya-tanya, siapa yang mau membeli atau menyewa rumah," kata pria kelahiran tahun 1971 ini.
Untuk memperdalam ilmu marketing properti, sembari kerja Indra mengambil kuliah Jurusan Real Estate Development – sekarang Planologi – di Universitas Tarumanegara Jakarta. "Sore kuliah, pagi sampai siang menjadi broker," tutur dia. Perjuangannya yang tak kenal waktu itu akhirnya mulai menunjukkan hasil.
Dapat Caci Maki
Pekerjaan sebagai broker Indra lakoni hingga lulus kuliah di 1993. Meski sering mendapat penolakan dan caci maki, selama menjadi broker dia bisa belajar tentang cara menghadapi konsumen, karakter konsumen, hingga situasi pasar.
Lulus kuliah, Indra bekerja di Jakarta Baru Cosmopolitan, joint venture Summarecon dengan Batik Keris. Di perusahaan ini ia menapak karier di dunia marketing sebagai sales, lalu asisten supervisor, supervisor, sampai keluar pada tahun 2001 ketika menyandang posisi asisten manajer marketing.
Selanjutnya, Indra bergabung dengan Agung Podomoro. Ia menjadi general manager proyek Sunter Agung. Dia juga menangani pemasaran dan program ISO manajemen. Kariernya melesat. Pada 2003, dia jadi deputy marketing director.
Menduduki posisi strategis, Indra mengaku merasa diberi kepercayaan lebih, dari manajemen APG. Maklum pria yang akrab dengan wartawan ini, merasa masih muda dan masih membutuhkan pengalaman yang lebih banyak lagi.
“Kadang masalah usia ini menjadi kendala dalam meyakinkan orang. Apalagi sebetulnya cukup banyak senior saya yang memiliki pengetahuan yang lebih dari saya,” kata pria kelahiran 1971 ini.
Kendati begitu, sebagai pengembang terbesar saat ini, tentu saja manajemen APG tidak sembarangan dalam menempatkan posisi seseorang, apalagi pada posisi marketing director. Dibutuhkan pertimbangan yang matang, jika tidak ingin proyek yang dikembangkan gulung tikar.
Dan memang, pilihan terhadap Inda W Antono ternyata tidak salah. Lihat saja, ketika dipercaya menjabat posisi general manager marketing, Indra sukses memasarkan proyek perumahan mewah yang harganya kala itu berkisar Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar per unit itu.
“Terus terang, dulu saya pernah daftar untuk menjadi pilot di Curug. Hanya saja, mungkin karena saya terlahir sebagai ‘orang bermata sipit’, saya ditolak. Ya, saya baru datang ke sana saja sudah ada yang mengigatkan saya agar tidak usah ikut mendaftar. Bahkan waktu itu mereka menyarankan saya agar ke Australia jika tetap ingin menjadi penerbang. Namun karena saya juga dilahirkan dalam keluarga yang sangat sederhana, jujur saja saya tidak mampu untuk sekolah ke Australia,” kisahnya ke bisnis properti.
Gagal menjadi pilot, Indra tak mau berlama-lama meratapi nasib. Sebagai anak laki-laki, dorongan tanggungjawabnya untuk segera membantu kedua orangtuanya membuka toko kelontong langsung terusik. Namun siapa sangka, justru dari sinilah minat Indra terhadap dunia marketing perlahan mulai tumbuh.
Ide untuk menerjuni karier di bidang yang sekarang ia geluti, diperoleh Indra secara kebetulan. Dirinya semakin mantap menggeluti dunia marketing setelah kagum dengan seorang ibu yang punya kios tepat di seberang toko kelontong orangtuanya. Si ibu punya pekerjaan sampingan: jasa penyewaan kios milik orang lain.
"Saya kagum dengan kemampuannya dalam meyakinkan orang untuk menyewa kios. Itu kan profesinya broker properti. Nah, saya melihat wanita ini begitu pintar, mengerti tanah, bangunan, mengerti kawasan dan lainnya. Saya berfikir, kok dia bisa bercerita begitu hebat, padahal hanya ibu rumah tangga. Dan, hal ini menarik buat saya.," kenang Indra.
Singkat cerita, Indra pun belajar tentang seluk-beluk pemasaran properti dengan mengikuti pelatihan di Era Indonesia. Tahun 1989, ia memulai pekerjaan di bidang marketing sebagai broker rumah seken. Dia menawarkan rumah seken dari pintu ke pintu atawa door to door di daerah Kebayoran Lama.
"Saya tanya-tanya, siapa yang mau membeli atau menyewa rumah," kata pria kelahiran tahun 1971 ini.
Untuk memperdalam ilmu marketing properti, sembari kerja Indra mengambil kuliah Jurusan Real Estate Development – sekarang Planologi – di Universitas Tarumanegara Jakarta. "Sore kuliah, pagi sampai siang menjadi broker," tutur dia. Perjuangannya yang tak kenal waktu itu akhirnya mulai menunjukkan hasil.
Dapat Caci Maki
Pekerjaan sebagai broker Indra lakoni hingga lulus kuliah di 1993. Meski sering mendapat penolakan dan caci maki, selama menjadi broker dia bisa belajar tentang cara menghadapi konsumen, karakter konsumen, hingga situasi pasar.
Lulus kuliah, Indra bekerja di Jakarta Baru Cosmopolitan, joint venture Summarecon dengan Batik Keris. Di perusahaan ini ia menapak karier di dunia marketing sebagai sales, lalu asisten supervisor, supervisor, sampai keluar pada tahun 2001 ketika menyandang posisi asisten manajer marketing.
Selanjutnya, Indra bergabung dengan Agung Podomoro. Ia menjadi general manager proyek Sunter Agung. Dia juga menangani pemasaran dan program ISO manajemen. Kariernya melesat. Pada 2003, dia jadi deputy marketing director.
Menduduki posisi strategis, Indra mengaku merasa diberi kepercayaan lebih, dari manajemen APG. Maklum pria yang akrab dengan wartawan ini, merasa masih muda dan masih membutuhkan pengalaman yang lebih banyak lagi.
“Kadang masalah usia ini menjadi kendala dalam meyakinkan orang. Apalagi sebetulnya cukup banyak senior saya yang memiliki pengetahuan yang lebih dari saya,” kata pria kelahiran 1971 ini.
Kendati begitu, sebagai pengembang terbesar saat ini, tentu saja manajemen APG tidak sembarangan dalam menempatkan posisi seseorang, apalagi pada posisi marketing director. Dibutuhkan pertimbangan yang matang, jika tidak ingin proyek yang dikembangkan gulung tikar.
Dan memang, pilihan terhadap Inda W Antono ternyata tidak salah. Lihat saja, ketika dipercaya menjabat posisi general manager marketing, Indra sukses memasarkan proyek perumahan mewah yang harganya kala itu berkisar Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar per unit itu.
Tidak hanya
itu, proyek Mangga Dua Square dan Lindeteves, juga laris manis di tangan Indra.
Tak pelak, kesuksesan demi kesuksesan selalu mengiringi langkah pria baby face
ini hingga sekarang.
Setahun
kemudian, Indra menjadi marketing director di usianya yang baru 33 tahun.
"Saya sempat menolak karena khawatir, apakah keputusan yang saya buat bisa
dipercaya oleh mereka yang usianya lebih senior dan lebih banyak pengalamannya,"
kata dia.
Salah satu tantangan Indra ketika itu adalah mewujudkan Back to The City, konsep permukiman di tengah kota. Untuk itu, ia sempat menjajal naik kereta listrik untuk mendengarkan kebutuhan masyarakat urban terhadap hunian. Bahkan, dia juga meluangkan waktu untuk sekadar berdiri di Jembatan Tomang untuk menyaksikan aktivitas orang pulang kembali ke rumah usai bekerja.
Dari hasil tanya sana-sini dan pengamatannya, Indra menarik kesimpulan: hunian di tengah kota sangat dibutuhkan. Dia pun mewujudkan konsep Back to The City dalam proyek Agung Podomoro dan sukses memasarkannya. Soalnya, "Orang pasti ingin tinggal di tengah-tengah kota," imbuhnya.
Soal kesuksesannya, dia berujar ,” Tingkat kepuasan orang beda-beda ya. Kalau saya sih kedepannya ingin mentransfer ilmu kepada yang lain. Karena itu sekarang saya masih dalam tahap m,asih belajar. Dan saya menjalani hidup ini mengalir saja. Saya sangat percaya dengan rencana Yang Diatas,” ungkapnya merendah.
Salah satu tantangan Indra ketika itu adalah mewujudkan Back to The City, konsep permukiman di tengah kota. Untuk itu, ia sempat menjajal naik kereta listrik untuk mendengarkan kebutuhan masyarakat urban terhadap hunian. Bahkan, dia juga meluangkan waktu untuk sekadar berdiri di Jembatan Tomang untuk menyaksikan aktivitas orang pulang kembali ke rumah usai bekerja.
Dari hasil tanya sana-sini dan pengamatannya, Indra menarik kesimpulan: hunian di tengah kota sangat dibutuhkan. Dia pun mewujudkan konsep Back to The City dalam proyek Agung Podomoro dan sukses memasarkannya. Soalnya, "Orang pasti ingin tinggal di tengah-tengah kota," imbuhnya.
Soal kesuksesannya, dia berujar ,” Tingkat kepuasan orang beda-beda ya. Kalau saya sih kedepannya ingin mentransfer ilmu kepada yang lain. Karena itu sekarang saya masih dalam tahap m,asih belajar. Dan saya menjalani hidup ini mengalir saja. Saya sangat percaya dengan rencana Yang Diatas,” ungkapnya merendah.
Referensi : Kompas.com
wah motivasi baget nih buat saya sukses. ehehe
ReplyDelete