Kurang dari 50 persen masyarakat Indonesia yang mulai merencanakan masa pensiun mereka. Sementara 22 persen sudah mengikuti program pensiun pemerintah dan sisanya belum melakukan apapun.
Namun tingkat utilitas keuangan masyarakat Indonesia dinilai masih rendah sehingga mayoritas belum mempersiapkan dana pensiun.
Sepeperti dilansir dari liputan6.com, Itulah hasil survei Manulife Investor Sentiment Index (MISI) di Asia dari Manulife Indonesia. Riset ini melibatkan 500 responden di delapan negara Asia, seperti Hong Kong, China, Taiwan, Jepang, Singapura, Malaysia, Filipina dan Indonesia.
Temuan terakhir MISI menunjukkan hampir seluruh investor atau 97 persen yakin akan memiliki penghasilan pada masa pensiun dari berbagai sumber yang nilainya setara dengan 84 persen penghasilan terakhir. Sayangnya optimisme ini tidak didukung aksi nyata.
Faktanya, masih dari data MISI, hanya 43 persen masyarakat sudah merencanakan masa pensiun.
Namun 34 persen dari uang mereka justru disimpan dalam bentuk tabungan dan deposito bank.
Direktur Pengembangan Bisnis PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Putut E Andanawarih, kedua produk investasi itu hanya memberikan imbal hasil relatif kecil. Uang simpanan akan habis karena tergerus inflasi secara perlahan.
Investor, berharap tabungan akan menyumbang 26 persen dari anggaran pensiun mereka. Penghasilan paska pensiun sebagai opsi sumber dana berkontribusi 18 persen dan diikuti warisan 10 persen.
"Tabungan tidak bisa menaklukan laju inflasi, bahkan uang simpanan malah berpotensi hilang karena inflasi. Mencari pekerjaan di usia tua juga bukan hal mudah karena pertimbangan kesehatan. Apalagi hanya mengandalkan warisan bukan hal tepat sebab ada unsur ketidakpastian," jelas Putut di kantornya.
Putut menuturkan, rasio jumlah pegawai di Indonesia dengan Singapura yang mempunyai jaminan pensiun dari pemerintah sangat jauh.
Di Indonesia hanya 5 persen. Sedangkan di Singapura, semua pegawai sudah punya program pensiun dari pemerintah.
"Ketinggalannya jauh. Ini mungkin karena ketidaktahuan mereka, kurang paham dan kurangnya akses terhadap program-program pensiun dari pemerintah dan swasta," paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Chief of Employment Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Nur Hasa Kurniawan mengatakan, kondisi tersebut diperparah dengan fakta 22 persen investor mengikuti program pensiun yang diwajibkan pemerintah.
Diakuinya, angka itu merupakan yang terendah di Asia atau jauh lebih rendah dari angka rata-rata di Asia 67 persen.
Masyarakat Indonesia juga tidak tertarik membeli program pensiun tambahan sebagai alternatif. Porsinya hanya 15 persen yang menggenggam program pensiun dari institusi swasta.
"Masyarakat terlalu mengandalkan sumber-sumber pendanaan yang tak pasti untuk membiayai hidup mereka di hari tua," kata Hasan.
Dia bilang, karyawan di Singapura wajib menyisihkan 20 persen dari gaji untuk dana pensiun. Sedangkan kewajiban perusahaan 16 persen untuk mengalokasikan anggaran ke program pensiun.
"Pemerintah Singapura sadar mereka ingin seluruh rakyatnya sejahtera pada saat pensiun. Sementara di Indonesia sudah diberi insentif pajak di program pensiun, tapi masih sedikit orang yang memanfaatkan," tandas Hasan.
Namun tingkat utilitas keuangan masyarakat Indonesia dinilai masih rendah sehingga mayoritas belum mempersiapkan dana pensiun.
Sepeperti dilansir dari liputan6.com, Itulah hasil survei Manulife Investor Sentiment Index (MISI) di Asia dari Manulife Indonesia. Riset ini melibatkan 500 responden di delapan negara Asia, seperti Hong Kong, China, Taiwan, Jepang, Singapura, Malaysia, Filipina dan Indonesia.
Temuan terakhir MISI menunjukkan hampir seluruh investor atau 97 persen yakin akan memiliki penghasilan pada masa pensiun dari berbagai sumber yang nilainya setara dengan 84 persen penghasilan terakhir. Sayangnya optimisme ini tidak didukung aksi nyata.
Faktanya, masih dari data MISI, hanya 43 persen masyarakat sudah merencanakan masa pensiun.
Namun 34 persen dari uang mereka justru disimpan dalam bentuk tabungan dan deposito bank.
Direktur Pengembangan Bisnis PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Putut E Andanawarih, kedua produk investasi itu hanya memberikan imbal hasil relatif kecil. Uang simpanan akan habis karena tergerus inflasi secara perlahan.
Investor, berharap tabungan akan menyumbang 26 persen dari anggaran pensiun mereka. Penghasilan paska pensiun sebagai opsi sumber dana berkontribusi 18 persen dan diikuti warisan 10 persen.
"Tabungan tidak bisa menaklukan laju inflasi, bahkan uang simpanan malah berpotensi hilang karena inflasi. Mencari pekerjaan di usia tua juga bukan hal mudah karena pertimbangan kesehatan. Apalagi hanya mengandalkan warisan bukan hal tepat sebab ada unsur ketidakpastian," jelas Putut di kantornya.
Putut menuturkan, rasio jumlah pegawai di Indonesia dengan Singapura yang mempunyai jaminan pensiun dari pemerintah sangat jauh.
Di Indonesia hanya 5 persen. Sedangkan di Singapura, semua pegawai sudah punya program pensiun dari pemerintah.
"Ketinggalannya jauh. Ini mungkin karena ketidaktahuan mereka, kurang paham dan kurangnya akses terhadap program-program pensiun dari pemerintah dan swasta," paparnya.
Dalam kesempatan yang sama, Chief of Employment Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Nur Hasa Kurniawan mengatakan, kondisi tersebut diperparah dengan fakta 22 persen investor mengikuti program pensiun yang diwajibkan pemerintah.
Diakuinya, angka itu merupakan yang terendah di Asia atau jauh lebih rendah dari angka rata-rata di Asia 67 persen.
Masyarakat Indonesia juga tidak tertarik membeli program pensiun tambahan sebagai alternatif. Porsinya hanya 15 persen yang menggenggam program pensiun dari institusi swasta.
"Masyarakat terlalu mengandalkan sumber-sumber pendanaan yang tak pasti untuk membiayai hidup mereka di hari tua," kata Hasan.
Dia bilang, karyawan di Singapura wajib menyisihkan 20 persen dari gaji untuk dana pensiun. Sedangkan kewajiban perusahaan 16 persen untuk mengalokasikan anggaran ke program pensiun.
"Pemerintah Singapura sadar mereka ingin seluruh rakyatnya sejahtera pada saat pensiun. Sementara di Indonesia sudah diberi insentif pajak di program pensiun, tapi masih sedikit orang yang memanfaatkan," tandas Hasan.
0 Response to "Inilah Penyebab Utama Orang Indonesia “Miskin di Hari Tua “"
Post a Comment