Jumlah sumber daya manusia yang besar, ternyata belum mendorong tingginya produktivitas. Padahal, hanya dalam hitungan bulan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) bakal diberlakukan pada awal tahun 2015. Produktivitas tenaga kerja Indonesia masih relatif rendah kalah dibandingkan tiga negara kompetitor utama di ASEAN.
Buruh menilai, rendahnya produktivitas pekerja, komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tidak rasional untuk saat ini. Dalam 20 tahun terakhir, tidak ada perubahan yang signifikan. Seperti, sebulan buruh hanya dihitung konsumsi beras kualitas rendah 10 kilogram, ikan segar 5 potong, daging 0,75 kilogram dan tidak ada televisi atau pulsa untuk komunikasi.
Menurut Kadin, yang mengambil hasil penelitian USAid dan Bappenas yang mengambil sampel di industri pembuat sepatu yang menyerap banyak tenaga kerja dan berpotensi ekspor, ditemukan bahwa seorang tenaga kerja di Indonesia hanya mampu menghasilkan rata-rata 0,8 pasang sepatu per hari.
Lantas, apa saja yang membuat produktivitas masyarakat atau pekerja produktivitasnya dinilai rendah? Berikut rangkuman merdeka.com.
1. Gaji rendah
Pemerintah mengakui, sejumlah perusahaan di Indonesia, masih membayar upah atau gaji karyawannya di bawah rata-rata. Bahkan harga yang dibayar di Indonesia masih lebih rendah dari Malaysia, Thailand maupun Singapura.
Kondisi rendahnya upah pekerja di Indonesia, menjadi pekerjaan rumah pemerintahan Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla mendatang. "Struktur skala upah, harus diakui upah di masing-masing negara ASEAN harus dilihat secara komprehensif. Tentu saja kita punya komitmen yang tinggi untuk meningkatkan besaran upah itu sama seperti yang lain," ungkapnya.
2.Infrastruktur minim
Minimnya akses infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia, bikin produktivitas masyarakat masih kalah dengan penduduk Singapura. Indonesia boleh berbangga diri karena dari sisi konteks teknologi serta keterampilan dalam negeri cukup dipandang oleh negara luar. Tetapi, jika tidak ada pemerataan infrastruktur maka, jutaan masyarakat indonesia menjadi tidak produktif.
Sekretaris Jenderal Kemenakertrans Abdul Wahab Bangkona menegaskan, kondisi infrastruktur yang buruk, berimbas pada kualitas produktivitas masyarakat Indonesia. Infrastruktur bagus, hanya ada di sebagian kecil wilayah Indonesia. Sisanya ketinggalan terutama di pulau-pulau terpencil. "Bagaimana meningkatkan kualitas ini sehingga jangan hanya di tempat tertentu," katanya.
3.Kompetensi lemah
Menteri Perindustrian mengeluhkan, struktur pekerja sektor industri manufaktur Indonesia, didominasi pekerja operator dan produksi, yaitu 87 persen. Adapun tenaga profesional dan kepemimpinan di sektor industri manufaktur hanya sekitar 3,5 persen.
Padahal, semakin banyaknya tenaga profesional bisa mendorong produktivitas. Tetapi, Indonesia masih belum dapat memaksimalkan jutaan jiwa penduduknya.
Padahal, jumlah penduduk yang kompeten bisa lebih tinggi dibandingkan negara Asia Tenggara. "Umpamanya yang kompeten itu 10 persen artinya 24 juta penduduk itu jauh lebih banyak dari seluruh penduduk Singapura, Kamboja dan lain-lain," ujar Sekretaris Jenderal Kemenakertrans Abdul Wahab Bangkona.
4.Tidak ada pelatihan
Pekerja meyakini kenaikan produktivitas tidak semata-mata karena ada kenaikan upah. Perusahaan harus meningkatkan kinerja buruh dengan memberi pelatihan di internal perusahaan atau BLK pemerintah, di mana bagi pengusaha yang memberikan pelatihan kepada buruhnya maka akan dapat insentif pajak.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, persoalan rendahnya produktivitas kerja terjadi karena Sumber Daya Manusia (SDM) pekerjanya tidak ada training dari pengusaha. Pengusaha menganggap pendidikan atau training adalah cost.
"Padahal pendidikan untuk up grade skill adalah investasi,sekarang pengusaha Indonesia kelabakan karena tiba - tiba Vietnam, Myanmar, Bangladesh, Kamboja, Laos menjadi negara terbuka buat investasi," katanya beberapa waktu lalu.
Buruh menilai, rendahnya produktivitas pekerja, komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tidak rasional untuk saat ini. Dalam 20 tahun terakhir, tidak ada perubahan yang signifikan. Seperti, sebulan buruh hanya dihitung konsumsi beras kualitas rendah 10 kilogram, ikan segar 5 potong, daging 0,75 kilogram dan tidak ada televisi atau pulsa untuk komunikasi.
Menurut Kadin, yang mengambil hasil penelitian USAid dan Bappenas yang mengambil sampel di industri pembuat sepatu yang menyerap banyak tenaga kerja dan berpotensi ekspor, ditemukan bahwa seorang tenaga kerja di Indonesia hanya mampu menghasilkan rata-rata 0,8 pasang sepatu per hari.
Lantas, apa saja yang membuat produktivitas masyarakat atau pekerja produktivitasnya dinilai rendah? Berikut rangkuman merdeka.com.
1. Gaji rendah
Pemerintah mengakui, sejumlah perusahaan di Indonesia, masih membayar upah atau gaji karyawannya di bawah rata-rata. Bahkan harga yang dibayar di Indonesia masih lebih rendah dari Malaysia, Thailand maupun Singapura.
Kondisi rendahnya upah pekerja di Indonesia, menjadi pekerjaan rumah pemerintahan Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla mendatang. "Struktur skala upah, harus diakui upah di masing-masing negara ASEAN harus dilihat secara komprehensif. Tentu saja kita punya komitmen yang tinggi untuk meningkatkan besaran upah itu sama seperti yang lain," ungkapnya.
2.Infrastruktur minim
Minimnya akses infrastruktur di berbagai wilayah Indonesia, bikin produktivitas masyarakat masih kalah dengan penduduk Singapura. Indonesia boleh berbangga diri karena dari sisi konteks teknologi serta keterampilan dalam negeri cukup dipandang oleh negara luar. Tetapi, jika tidak ada pemerataan infrastruktur maka, jutaan masyarakat indonesia menjadi tidak produktif.
Sekretaris Jenderal Kemenakertrans Abdul Wahab Bangkona menegaskan, kondisi infrastruktur yang buruk, berimbas pada kualitas produktivitas masyarakat Indonesia. Infrastruktur bagus, hanya ada di sebagian kecil wilayah Indonesia. Sisanya ketinggalan terutama di pulau-pulau terpencil. "Bagaimana meningkatkan kualitas ini sehingga jangan hanya di tempat tertentu," katanya.
3.Kompetensi lemah
Menteri Perindustrian mengeluhkan, struktur pekerja sektor industri manufaktur Indonesia, didominasi pekerja operator dan produksi, yaitu 87 persen. Adapun tenaga profesional dan kepemimpinan di sektor industri manufaktur hanya sekitar 3,5 persen.
Padahal, semakin banyaknya tenaga profesional bisa mendorong produktivitas. Tetapi, Indonesia masih belum dapat memaksimalkan jutaan jiwa penduduknya.
Padahal, jumlah penduduk yang kompeten bisa lebih tinggi dibandingkan negara Asia Tenggara. "Umpamanya yang kompeten itu 10 persen artinya 24 juta penduduk itu jauh lebih banyak dari seluruh penduduk Singapura, Kamboja dan lain-lain," ujar Sekretaris Jenderal Kemenakertrans Abdul Wahab Bangkona.
4.Tidak ada pelatihan
Pekerja meyakini kenaikan produktivitas tidak semata-mata karena ada kenaikan upah. Perusahaan harus meningkatkan kinerja buruh dengan memberi pelatihan di internal perusahaan atau BLK pemerintah, di mana bagi pengusaha yang memberikan pelatihan kepada buruhnya maka akan dapat insentif pajak.
Menurut Presiden KSPI Said Iqbal, persoalan rendahnya produktivitas kerja terjadi karena Sumber Daya Manusia (SDM) pekerjanya tidak ada training dari pengusaha. Pengusaha menganggap pendidikan atau training adalah cost.
"Padahal pendidikan untuk up grade skill adalah investasi,sekarang pengusaha Indonesia kelabakan karena tiba - tiba Vietnam, Myanmar, Bangladesh, Kamboja, Laos menjadi negara terbuka buat investasi," katanya beberapa waktu lalu.
0 Response to "Inilah Penyebab utama Pekerja Indonesia Kurang Produktif"
Post a Comment