Kisah Rini Sumiarsih Sukses Bisnis Keripik Lebay dari Nol

Kisah Rini ini saya ambil dari laman detik.com, artikel ini memberikan gambaran bahwa peran mahasiswa dalam bisnis yang di geluti oleh Rini dapat meningkatkan nilai jual dari produknya. Namun Rini sendiri yang menjadi sumber kunci pembuatan produk, berikut penjelasannya.

Rini Sumiarsih salah satu dari sekian banyak orang yang sempat kebingungan untuk memulai usaha. Ia pernah berjualan keripik pisang, namun pasarnya sudah diambil orang lain di kampungnya Desa Mayak, Kecamatan Cibeber, Cianjur, Jawa Barat.

Pendapatan dari suami yang berjualan bakso goreng keliling per hari hanya berkisar Rp 15.000-20.000. Hal ini lah yang membuat mantan pengajar Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) ini ingin kembali terjun ke dunia bisnis, untuk menambah pendapatan keluarga.

"Lalu mikir harus bisnis apa lagi, masa sama. Ibu lihat banyak sekali talas, tapi biasanya talas itu diolahnya hanya direbus, saya mikir ini dibuat keripik bagus nggak. Terus dicoba," kata Rini di acara Media Gathering Prasetiya Mulya Business School, di Penang Bistro, Kebon Sirih Jakarta.

Usahanya tak langsung berjalan mulus, Rini harus terus menerus mencoba bereksperimen membuat keripik talas yang enak. Maklum saja, ia baru pertama kali mencoba bisnis keripik talas. Produk keripik talasnya diberikan cuma-cuma untuk para tetangganya sebagai tes pasar.

Percobaan terus dilakukan hingga akhirnya Rini bersama suami, Dede memberanikan diri untuk menjual hasil karyanya. Keripik talasnya belum dimodifikasi apa-apa, rasanya pun hanya satu yaitu asin.

"Was-was pertama nggak ada label. Saya sama ibu berkeliling menjajakan keripik masing-masing 20 bungkus. Saya sisa 5, punya istri saya habis," kata Dede, sang suami Rini.

Dari situ mulai terpikir untuk mulai memasarkannya lewat warung-warung kecil di wilayah Cibeber. Rini menitipkan dagangannya di warung yang hanya berjumlah 6 gerai. Produknya ternyata cukup disambut positif masyarakat Cibeber.

Namun kedua pasangan istri yang sudah dikaruniai 3 orang anak ini kebingungan. Alasannya, jika produk mereka ingin dikenal dan berkelanjutan maka perlu ada label di produknya.

Pemilihan nama untuk labelnya itu pun tak mudah. Mereka terus berpikir nama apa yang cocok untuk produk mereka. Akhirnya dipilihlah nama "lebay" yang diambil dari nama julukan Rini di lingkungan ibu-ibu PKK di desanya. Entah apa alasannya Rini disebut "Ibu Lebay".

"Akhirnya ya sudah pakai nama keripik Lebay," kata Dede.

Dede kini fokus membantu istrinya menjalankan usahanya. Usaha Dede berjualan bakso goreng sudah ditinggalkan sejak 5 bulan lalu.

Di tengah usahanya, tepatnya Februari 2014, Rini mendapatkan bantuan dari para mahasiswa Prasetiya Mulya Business School. Sebanyak 8 orang mahasiswa Prasetiya Mulya berugas membantu usaha Rini dalam hal pemasaran, pembukuan, pembentukan kapasitas usaha dan bimbingan bisnis lainnya.

Dampaknya sangat terasa bagi Rini dan usahanya ini. Saat ini, produk Keripik Lebay memiiliki rasa berbeda-beda: balado, keju dan original. Juga pangsa pasarnya yang mencapai 135 toko.

"Pendapatan kotor kalau sebelum ada mahasiswa itu sekitar Rp 150-200 ribu/minggu. Setelah ada mahasiswa seminggu Rp 1,5 juta per minggu. Bersihnya Rp 300 ribu/minggu," katanya.

Kini Rini menunggu surat izin dari kementerian kesehatan agar produknya ini bisa dipasarkan di toko oleh-oleh Cianjur. Harapannya tak muluk-muluk menjalankan usaha. Ia hanya ingin hidup berkecukupan, dan bisa menyekolahkan anak-anaknya kelak dan produknya makin terkenal.

"Saya ingin keripik lebay jadi icon Cianjur," harapnya.


0 Response to "Kisah Rini Sumiarsih Sukses Bisnis Keripik Lebay dari Nol"

Post a Comment